Rabu, 15 Januari 2014

Teknik Radiografi Antegrade Pyelography (APG)

1. Definisi
Teknik atau prosedur pemeriksaan sinar-X sistem urinaria dengan menggunakan media kontras yang dimasukkan melalui kateter yang telah dipasang dokter urologi dengan cara nefrostomi percutan.
2. Tujuan
  • Memperlihatkan anatomi dan lesi-lesi tractus urinarius bagian proximal.
  • Dilakukan setelah IVP gagal menghasilkan suatu diagnosa yang informatif/kurang akurat/metode RPG  (retrograde pyelography) tidak memungkinkan.
  • Untuk menunjukkan terutama gambaran renal pelvic dan ureter.
  • Menujukkan obstruksi ureter akibat batu.
3. Indikasi
  • Nephrolitiasis
  • Urethrolitiasis
  • Nephritis
  • Pyelonephritis
  • Trauma akut tractus urinarius 
  • Hydroneprosis
4. Persiapan Pemeriksaan
Sama dengan persiapan pasien yang akan dilakukan operasi antara lain : puasa, urus-urus / clisma /lavement
  • Persiapan Alat dan Bahan
    • Media kontras iodium 50 cc, cairan NaCl 100 cc
    • Spuit dissposible 50 cc
    • Needle 19 G
    • Handscoen
    • Clamp
    • Plester
    • Alkohol dan betadine
    • Haas 
    • Pesawat sinar-X, kaset dan film 24 x 30, dan 30 x 40
5. Prosedur pemeriksaan
  1. Kateter yang telah terpasang diklem kemudia selang yang menghub dengan urine dicabut
  2. Kontras medis disiapkan dengan mencampur MK dan NaCl dgn perbandingan 1:3
  3. Sebelum pemasukan MK dilakukan, lakukan plain foto dengan kaset 30 x40 orientasi ginjal
  4. Masukkan media kontras yang sudah diencerkan melalui kateter yang langsung terhubung dengan pelviocalyces .
6. Teknik Pemeriksaan
Terdapat 3 seri pemotretan* dengan menggunakan film 30x40
  1. Foto 1 fokus pada renogram dan pelviocalyceal system
  2. Foto 2 fokus pada ureter bagian proximal dan pelviocalyceal system
  3. Foto 3 fokus pada ureter distal dan vesika urinaria.
  4. Foto terakhir dibuat untuk melihat sekresi ginjal.
  •  * Proyeksi yang dilakukan adalah AP dan oblique.

Teknik Radiografi Retrograde Pyelography (RPG)

1. Pendahuluan 
  • Pemeriksaan ini dilakukan apabila sistem urinary sudah tidak berfungsi.
  • Media kontras dimasukkan berbalik atau melawan jalannya alur sistem urinaria melalui sistem pelviocaliceal dengan memasang kateter.
  • Pemasangan kateter adalah dengan melakukan bedah minor oleh dokter urology di ruang bedah.
  • Umumnya dilakukan untuk menunjukkan letak urinary calculi atau jenis kerusakan lain.
2. Pengertian 
Teknik atau prosedur atau tata cara pemeriksaan sistem urinaria dengan menggunakan sinar-X dan memasukkan media kontras secara retrograde (berlawanan dengan alur sistem urinaria) untuk menegakkan diagnosa.
3. Indikasi 
  • Stricture uretra
  • Batu uretra
  • Uretris injuri
  • Renal pelvic neoplasm
  • Renal calculi
  • Ureteric fistule 
  • Accidential ureteric ligation
4. Kontraindikasi 
  • Urethritis
    • Merupakan kontra indikasi absolute karena dapat menyebarkan infeksi pada tractus urinari distal dan proximal.
    • Peradangan yang terjadi akan sulit untuk diobati.
  •  Stricture urethra
    • Bukan kontra indikasi absolute, namun pemasukan kateter dapat memperparah keadaan.
5. Komplikasi yang mungkin terjadi 
  • INJURI URETRA
    • Penggunaan cystoscopy dengan ukuran besar dan tidak digunakannya lubricant (jelly) memungkinkan injuri terjadi.
  • BLADDER INJURI 
    • Jarang terjadi. Apabila tekanan keras dengan paksaan dilakukan, maka perforasi bladder mungkin terjadi. 
  • PARAPHIMOSIS
    • Mungkin terjadi pada pasien yang tdk dicircumsisi 
  • STRICTURE URETHRA
    • Tidak digunakannya lubricant yang cukup dapat menyebabkan luka dan stricture kemudian.
  • MEATAL STRICTURE :
    • Ada stricture urethra
  • CYSTITIS : 
    • Jika tidak dilakukan aseptic maka terjadi peradangan
6. Persiapan Pasien
Sama seperti persiapan pada pemeriksaan BNO-IVP, yakni : 
  1. Hasil ureum dan creatinin normal
  2. Satu hari sebelum pemeriksaan, pasien makan makanan yang lunak/rendah serat, misalnya bubur kecap.
  3. 12 jam sebelum pemeriksaan pasien minum obat pencahar.
  4. Selanjutnya pasien puasa sehingga pemeriksaan selesai dilakukan
  5. Selama puasa pasien dinjurkan untuk tidak merokok, dan banyak bicara untuk meminimalisasi udara dalam usus
  6. Sebelum pemeriksaan dimulai pasien buang air kecil untuk mengosongkan blass
  7. Akibat rasa takut pada jarum suntik, perlu diperhatikan :
    1. Penjelasan pada pasien
    2. Dorongan mental dan emosional
  8. Penandatanganan Informed consent.
7. Persiapan Alat dan Bahan
  • Pesawat sinar-X
  • Media kontras iodium 20 cc
  • Spuit 20 cc
  • Needle 19 G
  • Film dan kaset 24 x 30 dan 30 x 40
  • Grid atau bucky
  • Marker R/L
  • Kateter (dipasang dgn bantuan cystoscopy)
  • Desinfektan

8. Prosedur Pemeriksaan 
Pemasangan kateter dilakukan oleh dokter urology dengan menggunakan bantuan cystoscopy, secara retrograde (berlawan dengan alur sistem urinary) melalui uretra sblm pemeriksaan mulai dilakukan.
9. Prosedur Pemeriksaan
  1. Lakukan Plain Foto (Abdomen polos)
    1. Untuk memastikan letak kateter (untuk dokter urologis)
    2. Radiografer : mengetahui ketepatan teknik dan posistioning.
  2. Lakukan injeksi 3-5 cc media kontras melalui kateter menuju renal pelvis, pada ginjal yang diperiksa.
    1. Diambil dengan menggunakan film 24x 30
    2. Kontras dimasukkan kembali ± 5 cc sambil kateter ditarik perlahan, lalu foto, menggunakan film 30x40 cm untuk melihat daerah ureter.
    3. Kontras dimasukkan sampai habis, sambil ditarik diperkirakan kontras habis, dan keteter dilepas. Foto diambil dengan menggunakan fim 30x40.

Teknik Radiografi Ankle Joint

•    Proyeksi AP
Posisi pasien    : pasien supine di atas meja pemeriksaan
Posisi obyek    : bagian pertengahan ankle di posisikan pada pertengahan kaset dengan jari-jari   kaki   menghadap ke atas.
CP                    : vertikal tegak lurus terhadap kaset
CR                   : pada pertengahan dari kedua malleolus (medial malleolus dan lateral malleolus)
FFD                 : 90 cm


•    Proyeksi Mortise View
Posisi pasien    : pasien supine di atas meja pemeriksaan
Posisi objek     : bagian pertengahan ankle diposisikan pada pertengahan kaset kemudian kaki dirotasikan ke arah dalam (endorotasi) sebesar 15o . Hal ini di maksudkan supaya ketinggian lateral malleolus sejajar dengan medial malleolus.
Central point    : vertikal tegak lurus terhadap kaset
Central ray      : pada pertengahan dari kedua malleolus (medial malleolus dan lateral malleolus)
FFD                 : 90 cm

•    Proyeksi Lateral
Posisi pasien    : pasien duduk di atas meja pemeriksaan
Posisi objek     : tungkai kaki dari ankle joint yang akan diperiksa dirotasikan lateral sesuai dengan bagian mana yang terasa sakit. Bagian tungkai kaki yang tdk diperiksa, di fleksikan sehingga menjauhi ankle joint yang akan diperiksa. Kedua lengan tangan menempel pada meja pemeriksaan.
CR                   : vertikal tegak lurus terhadap kaset
CP                   : pada malleolus medialis
FFD                : 90 cm










TEKNIK PEMERIKSAAN RADIOLOGI PADA KASUS APENDISITIS (RADANG USUS BUNTU)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemeriksaan radiografi seperti sekarang ini cenderung mulai meninggalkan tradisi pemeriksaan radiologi konvensional, hal ini dapat dilihat dari berbagai diagnosis yang memerlukan keterampilan khusus di dalam melakukan pemeriksaannya. Seperti pemberian media kontras dalam keperluan diagnostic imejing seperti CT-Scan, MRI, IVP dan lain sebagainya.

Maka dari itu seorang radiographer sebagai mitra kerja radiologist harus mampu mengetahui berbagai aspek di dalam pemeriksaan dengan media kontras, salah satunya yakni pemeriksaan radiologi pada kasus apendisitis (usus buntu) atau disebut apendicography.


Melihat pentingnya hal tersebut di atas dalam dunia kerja sebagai radiographer, maka dalam kesempatan kali ini penulis akan menyajikan makalah mengenai teknik pemeriksaan radiologi pada kasus apendisitis.

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan uraian di atas dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut :
  1. Apa definisi dari apendisitis?
  2. Bagaimana teknik pemeriksaan pada kasus apendisitis?
1.3. Tujuan

Dilihat dari latar belakang penulisan makalah ini maka dapat disimpulkan tujuan penulisan makalah ini menjadi dua yakni tujuan umum dan tujuan khusus.

1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui pengertian dari penyakit apendisitis dan pemeriksaan radiologi yang dilakukan.

1.3.2. Tujuan Khusus
Memahami lebih detail mengenai teknik pemeriksaan apendiks atau apendicografi, mulai dari persiapan pasien sampai dengan kriteria gambaran.

1.4. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan ini adalah :
  1. Memberikan gambaran mengenai pengertian apendisitis.
  2. Memberikan gambaran mengenai teknik pemeriksaan apendichografi.
TINJAUAN TEORI

2.1. Apendisitis (radang usus buntu)

Pendahuluan
Apendisitis adalah peradangan pada apendix vermiformis (Pierce dan Neil, 2007). Apendisitis merupakan kasus laporotomi tersering pada anak dan juga pada orang dewasa (Ahmadsyah dan Kartono, 1995). Hampir 7% orang barat mengalami apendisitis dan sekitar 200.000 apendiktomi dilakukan di Amerika Serikat tiap tahunnya. Insidens semakin menurun pada 25 tahun terakhir, namun di negara berkembang justru semakin meningkat, kemungkinan disebabkan perubahan ekonomi dan gaya hidup (Lawrence, 2006).

Insidens pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding kecuali pada umur 20-30 tahun, insidens laki-laki lebih tinggi, sedangkan pada bayi dan anak sampai berumur 1-2 tahun jarang ditemukan (Syamsuhidajat, 1997).
Diagnosis harus ditegakkan dini dan tindakan harus segera dilakukam, keterlambatan penanganan menyebabkan penyulit perforasi dan berbagai akibatnya (Ahmadsyah dan Kartono, 1995).
Anatomi dan Fisiologi Appendix
Pada neonatus, apendix vermiformis (umbai cacing) adalah sebuah tonjolan dari apex caecum, tetapi seiring pertumbuhan dan distensi caecum, appendix berkembang di sebelah kiri dan belakang kira-kira 2,5 cm di bawah valva ileocaecal (Lawrence, 2006). Istilah usus buntu yang sering dipakai di masyarakat awan adalah kurang tepat karena usus buntu sebenarnya adalah caecum. Appendix merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya sekitar 10 cm (3-15 cm). Lumennya sempit di bagian proximal dan melebar di bagian distal. Namun, pada bayi, appendix berbentuk kerucut, lebar di pangkal, dan sempit di ujung (Syamsuhidajat, 1997). Ontogenitas berasal dari mesogastrium dorsale. Kebanyakan terletak intraperitoneal dan dapat digerakkan. Macam-macam letak appendix : retrocaecalis, retroilealis, pelvicum, postcaecalis, dan descendentis (Budiyanto, 2005).
Pangkal appendix dapat ditentukan dengan cara pengukuran garis Monroe-Pichter. Garis diukur dari SIAS dextra ke umbilicus, lalu garis dibagi 3. Pangkal appendix terletak 1/3 lateral dari garis tersebut dan dinamakan titik Mc Burney. Ujung appendix juga dapat ditentukan dengan pengukuran garis Lanz. Garis diukur dari SIAS dextra ke SIAS sinistra, lalu garis dibagi 6. Ujung appendix terletak pada 1/6 lateral dexter garis tersebut (Budiyanto, 2005).

Appendix menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir tersebut secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GULT yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendix adalah IgA. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi (Syamsuhidajat, 1997).
Etiologi Apendisitis

Penyebabnya hampir selalu akibat obstruksi lumen appendix oleh apendikolit, fekalomas (tinja yang mengeras), parasit (biasanya cacing ascaris), benda asing, karsinoid, jaringan parut, mukus, dan lain-lain (Subanada, dkk, 2007, Price dan Wilson, 2006).

Patofisiologi

Setelah terjadi obstruksi lumen appendix maka tekanan di dalam lumen akan meningkat karena sel mukosa mengeluarkan lendir. Peningkatan tekanan ini akan menekan pembuluh darah sehingga perfusinya menurun akhirnya mengakibatkan iskemia dan nekrosis. Invasi bakteri dan infeksi dinding appendix segera terjadi setelah dinding tersebut mengalami ulserasi. Infiltrat-infiltrat peradangan tampak di semua lapisan dan exudat fibrin tertimbun di dalam lapisan serosa. Meskipun perforasi belum terjadi, organisme-organisme biasanya dapt dibiakan dari mukosa appendix. Nekrosis dinding appendix mengakibatkan perforasi dan pencemaran abdomen oleh tinja (Subanada, dkk, 2007; Chandrasoma, 2006).

Gambaran Klinis


Nyeri di sekitar umbilikus dan epigastrium disertai anoreksia (nafsu makan menurun), nausea, dan sebagian dengan muntah. Beberapa jam kemudian nyeri berpindah ke kanan bawah ke titik Mc Burney disertai kenaikan suhu tubuh ringan (Ahmadsyah dan Kartono, 1995). Bila appendix terletak retrokolik, rasa nyeri terasa di daerah pinggang bagian bawah, bila terletak pelvical rasa nyeri dirasakan di hipogastrium atau di dalam pelvis, dan bila terletak retrocaecal bisa mengiritasi m. psoas. Pada pemeriksaan fisik, pasien terlihat pucat, adanya nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas, dan tahanan otot (defans muskuler). Iritasi pada psoas dan obturator menimbulkan nyeri panggul. Peristaltik di daerah appendix menurun. Pada rectal toucher, ada nyeri pada arah jam 10-11 merupakan petunjuk adanya perforasi (Subanada, dkk, 2007).

Diagnosis Banding

Beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis banding (Pierce dan Neil, 2007):
limfadenitis mesenterica terutama pada anak-anak.
penyakit pelvis pada wanita : inflamasi pelvis, ISK, kehamilan ektopik, ruptur kista korpus luteum, endometriosis externa.
lebih jarang : penyakit Crohn, kolesistitis, perforasi ulkus duodenum, pneumonia kanan bawah.
jarang : perforasi karsinoma caecum, diverkulitis sigmoid

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan bila memenuhi (Pierce dan Neil, 2007):
gambaran klinis yang mengarah ke appendisitis.
laboratorium : lekositosis ringan, lekosit > 13.000 /dl biasanya pada perforasi, terdapat pergeseran ke kiri (netrofil segmen meningkat).
USG untuk massa appendix dan jika masih ada keraguan untuk menyingkirkan kelainan pelvis lainnya.
laporoskopi biasanya digunakan untuk menyingkirkan kelainan ovarium sebelum dilakukan apendiktomi pada wanita muda.
CT scan pada usia lanjut atau dimana penyebab lain masih mungkin.

Penatalaksanaan

Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah apendiktomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang baik. Penundaan tindak bedah sambil pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi. Apendiktomi bisa dilakukan secara terbuka atau pun dengan cara laporoskopi. Pada apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotik, kecuali pada apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforata (Syamsuhidajat, 1997).

Komplikasi

Beberpa komplikasi yang dapat terjadi :

1. Perforasi
Keterlambatan penanganan merupakan alasan penting terjadinya perforasi. Perforasi appendix akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat meliputi seluruh perut dan perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler di seluruh perut, peristaltik usus menurun sampai menghilang karena ileus paralitik (Syamsuhidajat, 1997).

2. Peritonitis
Peradangan peritoneum merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya terjadi akibat penyebaran infeksi dari apendisitis. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis generalisata. Dengan begitu, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus menyebabkan dehidrasi, gangguan sirkulasi, oligouria, dan mungkin syok. Gejala : demam, lekositosis, nyeri abdomen, muntah, Abdomen tegang, kaku, nyeri tekan, dan bunyi usus menghilang (Price dan Wilson, 2006).

3. Massa Periapendikuler
Hal ini terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi pendindingan oleh omentum. Umumnya massa apendix terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis generalisata. Massa apendix dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan keadaan umum masih terlihat sakit, suhu masih tinggi, terdapat tanda-tanda peritonitis, lekositosis, dan pergeseran ke kiri. Massa apendix dengan proses meradang telah mereda ditandai dengan keadaan umum telah membaik, suhu tidak tinggi lagi, tidak ada tanda peritonitis, teraba massa berbatas tegas dengan nyeri tekan ringan, lekosit dan netrofil normal (Ahmadsyah dan Kartono, 1995).

Prognosis
Apendiktomi yang dilakukan sebelum perforasi prognosisnya baik. Kematian dapat terjadi pada beberapa kasus. Setelah operasi masih dapat terjadi infeksi pada 30% kasus apendix perforasi atau apendix gangrenosa.

Pencegahan

Sering makan makanan berserat dan menjaga kebersihan.

2.2. Patology

Bila terjadi peradangan dan appendik dapat mengakibatkan :
  • Masuknya lumen usus ke dalam perut : peritonitis
  • Terbentuknya Abses 
  • Pada wanita , indung telur dan salurannya dapat menyebabkan kemandulan 
  • Masuknya kuman dalam pembuluh dara
PEMBAHASAN DAN HASIL

3.1. Appendikografi

DEFINISI :

Appendikografi : Teknik pemeriksaan radiologi untuk memvisualisasikan appediks dengan menggunakan kontras media positif barium sulfat .

Dapat dilakukan :
  • Secara oral
  • Ecara anal
PERSIAPAN PASIEN
  •  48 jam sebelum pemeriksaan dianjurkan makan makanan lunak tidak berserat. Misal : bubur kecap
  • 12 jam atau 24 jam sebelum pem pasien diberikan 2/3 Dulcolac untuk diminum 
  • Pagi hari pasien deberi dulkolac supositoria melalui anus atau dilavement 
  • 4 jam sebelem pemeriksaan pasien harus puasa hingga emeriksaan berlangsung 
  • Pasien dianjurkan menghindari banyak bicara dan merokok
PERSIAPAN ALAT
  • Pesawat sinar-X yg dilengkapi fluoroskopi & dilengkapi alat bantu kompresi yg berfungsi untuk memperluas permukaan organ yg ada didaerah ileosaekal / memodifikasi posisi pasien supine mjd prone
  • Kaset + film
PERSIAPAN BAHAN
  • Bahan kontras barium sulfat dengan perbandingan 1 : 4 sampai 1 : 8

3.2. Teknik Pemeriksaan


PA/AP PROJECTION

Posisi Pasien : Pasien pada posisi pone atau supine, dengan bantal di kepala.

Posisi Objek :
  • MSP berada di tengah-tengah meja pemeriksaan
  • Pastikan tidak ada rotasi 
Central Ray :
  • CR tegak lurus terhadap kaset
  • CR setingi iliac crest 
  • SID minimal 100 cm
Struktur yang tampak :
  • Colon bagian transversum harus diutamaka terisi barium.pada posisi PA dan terisi udara pada posisi AP dengan teknik double contrast.
  • Seluruh luas usus harus nampak termasuk flexure olic kiri.
RPO (Right Posterior Oblique)

Posisi Pasien : 35 to 45o menuju right dan left porterior oblique (RPO atau LPO), dengan bantal pada bantal

Posisi Objek :
  • Letakan bantal di atas kepala.
  • Flexikan siku dan letakan di depan tubuh pasien 
  • Luruskan MSP dengan meja pemeriksaan dengan abdominal margins kiri dan kanan sama jauhnya dari garis tengah meja pemeriksaan
CENRAL RAY :
  • CRtegak lurus terhadap IR
  • Sudutkan CR dengan titik pusat setinggi iliac crest dan sekitar 2,5 cm lateral menuju garis midsaggital plane (MSP).  
  • SID minimal 100 cm
STRUKTUR YANG TAMPAK
  • LPO – colic flexura hepatic kanan dan ascending & recto sigmoid portions harus tampak terbuka tanpa superimposition yang significant. RPO- colicflexure kiri dan descending portions harus terlihat terbuka tanpa superimposition yang significant.
PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik dari penulisan makalah ini antara lain :
  1. Apendisitis (radang usus buntu) adalah peradangan pada apendix vermiformi.
  2. Appendikografi merupakan teknik pemeriksaan radiologi untuk memvisualisasikan appediks dengan menggunakan kontras media positif barium sulfat, yang dilakukan dengan dua proyeksi, yakni PA/AP dan RPO atau RAO. 
sumber :
1. http://catatanradiograf.blogspot.com/2010/01/teknik-pemeriksaan-radiologi-pada-kasus.html

Teknik Pemeriksaan Kontras "Colon In Loop"


A.    Pengertian
Pemeriksaan radiografi dari usus besar ( colon ) dengan menggunakan bahan kontras yang dimasukkan per anal. Pemeriksaan ini termasuk barium enema.dan memerlukan persiapan pasien.

B.     Tujuan pemeriksaan
Untuk menggambarkan usus besar yang berisi kontras media,sehingga dapat memperlihatkan anatomi dan kelainan-kelainan yang terjadi baik pada mucosanya maupun yang terdapat pada lumen khusus.

C.      Anatomi Fisiologi
Ø  Colon merupakan bagian paling distal dari tractus digestivus.
Ø  Panjangnya kira-kira 1,5 – 2 m.
Ø  Diameter sekitar 6,5 cm pada daerah caecum.
Ø  Terbagi atas :
-          Colon Ascendens
-          Colon Transversum
-          Colon Descendens
-          Colon Sigmoid
Ø  Terdapat 3 flexura:
-          Flexura Hepatica : Di bawah hati , peralihan dari colon ascendens ke colon transversum.
-          Flexura Linealis : Di bawah pancreas , peralihan dari colon transversum ke colon descendens.
-          Flexura Sigmoidea : Peralihan dari colon descendens ke colon sigmoid.
Ø  Terdapat diverticulum pada caecum yang disebut appendiks. 




D.     Fungsi colon
Ø  Menyerap Air, Garam dan Glukosa selama proses pencernaan
Ø  Sekresi musin oleh kelenjar di dalam lapisan dalam.
Ø  Tempat dihasilkan vitamin K, dan Vitamin H (Biotin) sebagai hasil simbiosis dengan bakteri usus, misalnya : E.Coli.
Ø  Mendorong sisa makanan hasil pencernaan (feses) keluar dari tubuh (Defekasi).


E.      Indikasi Pemeriksaan
Ø  Colitis : Peradangan / Imflamasi pada mucosa colon.
Ø  Polyp,lesi,tumor,carcinoma.
Ø  Diverticulitis.
Ø  Megacolon.
Ø  Invaginasi yaitu masuknya lumen usus bagian proximal ke dalam lumen usus bagian lebih distal yang diameternya lebih besar, pemeriksaan ini dilakukan pada pasien anak-anak, sifatnya sebagai tindakan terapi.

F.      Metoda Pemeriksaan
Ø  Metoda Kontras Tunggal
Ø  Metoda Kontras ganda
-          Satu tahap
-          Dua Tahap

Ø  Kontras Media:
Kontras media positif Barium Sulfat dengan viscositas 1:8, Kontras media negative (Udara).
Ø  Metoda satu tahap : Pemasukan kontras media negative dilakukan setelah pemasukan kontras media poitif tanpa evacuasi terlebih dahulu.
Ø  Metoda dua tahap : Pemasukan kontras media negative dilakukan setelah pemasukan kontras media positif setelah evacuasi terlebih dahulu.

G.      Persiapan Pasien
Ø  Dua hari sebelum pemeriksaan pasien makan makanan lunak
Ø  Makan terakhir jam 19.00, malam sebelum pemeriksaan.
Ø  Minum obat pencahar pada jam 20.00.
Ø  Boleh minum sampai jam 23.00, tidak merokok, puasa sampai dilakukan pemeriksaan.
Ø  Premedikasi : Buscopan atau Glukagon (bila perlu).

H.     Alat dan bahan yang digunakan
Ø  Pesawat dengan fluoroscopy yang dapat dilengkapi image intensifier dan TV monitor, dan meja pemeriksaan tilting table.
Ø  Irigator set atau disposable soft plastic enema tips and enema bags.
Ø  Receiver.
Ø  Vaseline.
Ø  Rectal canule/tube.
Ø  Sarung tangan
Ø  Laken/kain penutup meja pemeriksaan.



I.        Prosedur pemeriksaan
v  Metoda kontras Tunggal
-          Pasien diposisikan supine diatas meja pemeriksaan, dibuat foto pendahuluan.
-          Kemudian miring kearah kiri, sehingga bagian tubuh kanan terangkat dengn kemiringan 35-40 derajat,lutut kanan fleksi dan diletakkan di depan lutut kiri.
-          Irrigator dipasang dengan tinggi kira-kira 24 inci diatas ketinggian anus, volume barium sulfat kira-kira 2000 ml.
-          Rectal tube dipolesi Vaseline, dimasukkan melalui anal kedalam rectum.
-          Klem irrigator dibuka, barium akan mengalir masuk ke dalam rectum.
-          Dengan dikontrol fluoroscopy, dibuat spot view/ foto untuk daerah yang dicurigai ada kelainan.
-          Bila pengisian barium sulfat telah mencapai ileo-caecal, klem ditutup kembali, dibuat foto full filling dari colon.
-          Pasien disuruh evacuasi di kamar kecil atau bila menggunakan irrigator set disposable,bags direndahkan sehingga barium akan keluar dan ditampung dengan receiver.
-          Setelah evacuasi dibuat foto post evacuasi.

Posisi-posisi yang dibuat:
-          PA/AP
-          LAO
-          RAO
-          PA AXIAL/AP AXIAL
-          Lateral

Posisi PA atau AP
Tujuan : Untuk menggambarkan seluruh colon dengan CP setinggi Crista Iliaca
Pasien : Supine atau prone, CR vertical
Kriteria gambar
·         Seluruh usus besar tergambar termasuk semua flexura tampak.
·         Columna vertebralis pada pertengahan film.


    
       Posisi LAO
Tujuan : Untuk menggambarkan flexura linealis dan colon descendens
Pasien : LAO 45 derajat, CR vertikal, CP kira-kira 2 inci ke arah kanaari msl setinggi crista iliaca
Kriteria gambar :
·         Tampak gambaran flexura lienalis dan colon desenden

Posisi RAO
Tujuan : Untuk menggambarkan flexura hepatika,colon ascenden dan colon sigmoid.
Pasien : RAO 35 – 45 derajat
CR vertikal, CP : kira-kira 2 inci ke arah kiri dari MSL setinggi crista iliaca
Kriteria gambar :
·         Tampak gambaran flexura hepatika,colon ascendens,cecum,colon sigmoid.

Posisi PA axial
Tujuan : Untuk menggambarkan daerah rectosigmoid
Pasien : prone
CR : 30 – 40 derajat, CP : pada MSL setinggi sias
Film : 24 cm X 30 cm
Kriteria gambar :
·         Tampak daerah rectosigmoid dengan superposisi yang lebih kecil di bandingkan gambaran posisi PA

Posisi AP Axial
                        Tujuan : Untuk menggambarkan daerah rectosigmoid
                        Pasien : supine
                        CR : 30 - 40 derajat, CP : tepi bawah syimpisis pubis
                        Film : 24 X 30 cm
                        Kriteria gambar :
·         Tampak gambaran daerah rectosigmoid dengan superposisi lebih kecil di bandingkan dengan posisi AP

Posisi Lateral
                        Tujuan : untuk menggambarkan rectum dan daerah rectosigmoid
                        Pasien : Lateral recumbent padasisi kiri atau kanan
                        CR vertikal, CP : pada mid Axilari plane 5 – 7 cm di atas syimfisis pubis
                        Film : 24 X 30 cm
                        Kriteria gambar :
·         Tampak rectum pada pertengahan kaset
·         Kedua femur superposisi

v Metode kontras ganda
·         Metode satu tahap
-          Dibuat foto pendahuluan : abdomen posisi AP
-          Prosedur pemasukan bahan kontras positif sama dengan metode kontras tunggal
-          Klem selang irigator dibuka bahan kontras(+) akan mengalir kira-kira 300-400 ml masuk ke dalam rektum dikontrol dengan fluoroscopy
-          Bila kontras media positif telah mencapai colon transversum klem ditutup,meja diposisikan horizontal,lalu pompakan udara dengan menggunakan reguler sphygnomomanometer bulb.
-          Dengan memposisikan pasien: lateral kiri,LAO,prone,RAO,lateral kanan,RPO,dan supine masing-masing 7 pompaan.
-          Foto-foto dibuat dengan posisi-posisi : PA/AP,LAO,RAO,PA/AP axial,lateral
-          Tujuan masing-masing posisi sama dengan metode kontras tunggal

·         Metode dua tahap
-          Prosedua awal pemasukan bahan kontras positi dan pengambilan foto sama dengan metode satu tahap
-          Bila bahan kontras telah mencapai ileo caecal, klem selang irigator di tutup,kemudian di buat foto “full filling” dengan posisi pasien supine
-          Kemudian pasien evacuasi ke kamar kecil atau enema bag direndahkan posisina sampai lebih rendah dari meja pemeriksaan,bahan kontras dari dalam colon akan mengalir kembali ke dalam enema bag
-          Setelah colon kosong,pompakan udara melalui anus,sampai terjadi distensi usus
-          Bibuat foto post evacuasi dengan posisi pasien supine.

Berikut ini hasil gambaran radiografinya :) 



Teknik Radiografi Intra Venous Pyelography (IVP)

1. Definisi
Ilmu yang mempelajari prosedur /tata cara pemeriksaan ginjal, ureter, dan blass (vesica urinary) menggunakan sinar-x dengan melakukan injeksi media kontras melalui vena.
  • Pada saat media kontras diinjeksikan melalui pembuluh vena pada tangan pasien, media kontras akan mengikuti peredaran darah dan dikumpulkan dalam ginjal dan tractus urinary, sehingga ginjal dan tractus urinary menjadi berwarna putih.
  • Dengan IVP, radiologist dapat melihat dan mengetahui anatomy serta fungsi ginjal, ureter dan blass.
2.  Tujuan Pemeriksaan IVP
  • Pemeriksaan IVP membantu dokter mengetahui adanya kelainan pada sistem urinary, dengan melihat kerja ginjal dan sistem urinary pasien.
  • Pemeriksaan ini dipergunakan untuk mengetahui gejala seperti kencing darah (hematuri) dan sakit pada daerah punggung.
  • Dengan IVP dokter dapat mengetahui adanya kelainan pada sistem tractus urinary dari :
    • batu ginjal 
    • pembesaran prostat
    • Tumor pada ginjal, ureter dan blass.

3. Indikasi Pemeriksaan IVP
  1. Renal agenesis
  2. Polyuria 
  3. BPH (benign prostatic hyperplasia)
  4. Congenital anomali : 
    • duplication of ureter n renal pelvis
    • ectopia kidney
    • horseshoe kidney 
    • malroration
  5. Hydroneprosis 
  6. Pyelonepritis 
  7. Renal hypertention
4. Kontra Indikasi
  • Alergi terhadap media kontras
  • Pasien yang mempunyai kelainan atau penyakit jantung
  • Pasien dengan riwayat atau dalam serangan jantung 
  • Multi myeloma
  • Neonatus 
  • Diabetes mellitus tidak terkontrol/parah
  • Pasien yang sedang dalam keadaan kolik
  • Hasil ureum dan creatinin tidak normal
5. Persiapan Pemeriksaan
  1. Persiapan Pasien 
    1. Pasien makan bubur kecap saja sejak 2 hari (48 jam) sebelum pemeriksaan BNO-IVP dilakukan.
    2. Pasien tidak boleh minum susu, makan telur serta sayur-sayuran yang berserat.
    3. Jam 20.00 pasien minum garam inggris (magnesium sulfat), dicampur 1 gelas air matang untuk urus-urus, disertai minum air putih 1-2 gelas, terus puasa.
    4. Selama puasa pasien dianjurkan untuk tidak merokok dan banyak bicara guna meminimalisir udara dalam usus. 
    5. Jam 08.00 pasien datang ke unit radiologi untuk dilakukan pemeriksaan, dan sebelum pemeriksaan dimulai pasien diminta buang air kecil untuk mengosongkan blass.
    6. Yang terakhir adalah penjelasan kepada keluarga pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan dan penandatanganan informed consent.
  2. Persiapan Media Kontras
    • Media kontras yang digunakan adalah yang berbahan iodium, dimana jumlahnya disesuaikan dengan berat badan pasien, yakni 1-2 cc/kg berat badan.
  3. Persiapan Alat dan Bahan
    1. Peralatan Steril
      • Wings needle No. 21 G (1 buah)
      • Spuit 20 cc (2 buah)
      • Kapas alcohol atau wipes
    2. Peralatan Un-Steril
      • Plester
      • Marker R/L dan marker waktu
      • Media kontras Iopamiro (± 40 – 50 cc)
      • Obat-obatan emergency (antisipasi alergi media kontras)
      • Baju pasien
      • Tourniquet
6. Prosedur Pemeriksaan BNO-IVP
  1. Lakukan pemeriksaan BNO posisi AP, untuk melihat persiapan pasien
  2. Jika persiapan pasien baik/bersih, suntikkan media kontras melalui intravena 1 cc saja, diamkan sesaat untuk melihat reaksi alergis.
  3. Jika tidak ada reaksi alergis penyuntikan dapat dilanjutkan dengan memasang alat compressive ureter terlebih dahulu di sekitar SIAS kanan dan kiri
  4. Setelah itu lakukan foto nephogram dengan posisi AP supine 1 menit setelah injeksi media kontras untuk melihat masuknya media kontras ke collecting sistem, terutama pada pasien hypertensi dan anak-anak.
  5. Lakukan foto 5 menit post injeksi dengan posisi AP supine menggunakan ukuran film 24 x 30 untuk melihat pelviocaliseal dan ureter proximal terisi media kontras.
  6. Foto 15 menit post injeksi dengan posisi AP supine menggunakan film 24 x 30 mencakup gambaran pelviocalyseal, ureter dan bladder mulai terisi media kontras
  7. Foto 30 menit post injeksi dengan posisi AP supine melihat gambaran bladder terisi penuh media kontras. Film yang digunakan ukuran 30 x 40.
  8. Setelah semua foto sudah dikonsulkan kepada dokter spesialis radiologi, biasanya dibuat foto blast oblique untuk melihat prostate (umumnya pada pasien yang lanjut usia). 
  9. Yang terakhir lakukan foto post void dengan posisi AP supine atau erect untuk melihat kelainan kecil yang mungkin terjadi di daerah bladder. Dengan posisi erect dapat menunjukan adanya ren mobile (pergerakan ginjal yang tidak normal) pada kasus pos hematuri.

7. Kriteria Gambar 
  1. Foto 5 menit post injeksi
    • Tampak kontras mengisi ginjal kanan dan kiri.
  2. Foto 15 menit post injeksi 
    • Tampak kontras mengisi ginjal, ureter.
  3. Foto 30 menit post injeksi (full blass)
    • Tampak blass terisi penuh oleh kontras 
  4. Foto Post Mixi 
    • Tampak blass yang telah kosong.

8. Perawatan Lanjutan
Tidak ada perawatan khusus yang diberikan kepada pasien setelah menjalani pemeriksaan BNO-IVP ini.
Catatan :
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN IVP
  • Kelebihan 
    1. Bersifat invasif.
    2. IVP memberikan gambaran dan informasi yang jelas, sehingga dokter dapat mendiagnosa dan memberikan pengobatan yang tepat mulai dari adanya batu ginjal hingga kanker tanpa harus melakukan pembedahan
    3. Diagnosa kelainan tentang kerusakan dan adanya batu pada ginjal dapat dilakukan.
    4. Radiasi relative rendah 
    5. Relative aman

  • Kekurangan 
    1. Selalu ada kemungkinan terjadinya kanker akibat paparan radiasi yang diperoleh.
    2. Dosis efektif pemeriksaan IVP adalah 3 mSv, sama dengan rata-rata radiasi yang diterima dari alam dalam satu tahun.
    3. Penggunaan media kontras dalam IVP dapat menyebabkan efek alergi pada pasien, yang menyebabkan pasien harus mendapatkan pengobatan lanjut. 
    4. Tidak dapat dilakukan pada wanita hamil.
sumber :
1. http://catatanradiograf.blogspot.com/2010/03/teknik-radiografi-intra-venous.html